Apa sih tujuan dari kita belajar Bahasa Inggris? Apa kita dikatakan berhasil apabila kita mendapat nilai Bahasa Inggris 90 atau 100 mungkin? Jika iya berarti kita sudah menguasai Bahasa Inggris. Di Indonesia berguru Bahasa Inggris tidak lebih dari hanya mendapat angka, mendapat nilai ujian yang memuaskan. Keberhasilan seolah-olah mutlak ditentukan oleh angka yang tertera dalam ijazah. Banyak di antara para orang bau tanah yang merasa bahagia sebab anak-anaknya mendapat predikat yang tinggi. Lihat saja nilai Bahasa Inggrisnya bagus. Namun ketika ditanya dan disuruh bercakap-cakap serta merangkai kalimat Bahasa Inggris beliau bingung. Beginilah fakta yang terjadi di Negara kita. Selama bertahun-tahun berguru Bahasa Inggris dari SD hingga perguruan tinggi tinggi tetapi Bahasa Inggrisnya Cuma bisa yes dan no terus I love you….
Di Indonesia, orientasi berguru Bahasa Inggris didasarkan atas nilai. Banyak belum dewasa yang dileskan di Bimbingan berguru yang populer tujuan utamanya yaitu biar nilainya anggun ketika di sekolah apalagi menjelang ujian sekolah. Dari SD, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas lagi-lagi nilai, nilai dan nilai. Fenomena inilah yang terjadi di Negara kita dimana mindset kita tertuju pada nilai. Tidakkah kita menyadari betapa pentingnya berguru Bahasa Inggris yang sebenarnya. Bahwa berguru Bahasa apa saja di dunia ini pada hakikatnya yaitu biar kita sanggup berkomunikasi dengan bahasa itu. Bahasa Inggris tidak jauh berbeda dengan bahasa-bahasa yang lainnya. Kenapa Bahasa Inggris kita semenjak dulu hingga kini itu-itu saja, tidak ada peningkatan. Sia-sia saja jikalau kita berguru Bahasa Inggris bertahun-tahun lamanya namun sesudah kita lulus dari forum pendidikan yang benama sekolah lantas good bye tiada memberi manfaat bagi kita untuk mengaplikasikannya di dalam kehidupan kita.
Dari dulu hingga kini ini kurikulum hanya sebagai formalitas saja dan di lapangan faktanya tidak memberi kemampuan Bahasa Inggris yang signifikan. Betapa hebatnya kurikulum didesain, namun kenyataannya akhirnya nol besar. Kita lihat betapa di dalam kurikulum bertujuan menawarkan kompetensi Bahasa Inggris dari level terendah yaitu performative samapai level functional, informational dan epistemic namun lagi-lagi faktanya di lapangan anak-anak, lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi tinggi hanya berhasil secara teori saja. Padahal kalau kita lihat betapa nilainya bagus-bagus dan lulus dengan predikat memuaskan. Bukankah ini bertolak belakang.
Yang menjadi persoalan inti mengapa kita gagal menguasai Bahasa Inggris yaitu sebab Bahasa Inggris hanya sifatnya sebagai teori saja. Bahasa Inggris tidak lagi dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada follow up sesudah belum dewasa lulus dari sekolah. Di Indonesia tidak ada sarana yang mendukung atau lingkungan yang mendukung untuk menyebarkan keterampilan dan kemampuan Bahasa Inggris. Minimnya tempat-tempat yang mendukung menyerupai English club, English areas. Di Negara kita, Bahasa Inggris juga merupakan bahasa asing. Masyarakat, bangsa Indonesia tidak memakai Bahasa Inggris. Bahasa Inggris, berdasarkan ekonomis penulis akan berhasil jikalau di Negara kita mempunyai lingkungan yang mendukung untuk menyebarkan Bahasa Inggris itu. Salah satunya yaitu Bahasa Inggris dijadikan Bahasa yang dipakai Negara sesudah Bahasa Nasional dan Bahasa kawasan masing-masing. Dengan cara ini maka di Negara kita, menawarkan kesempatan kepada kita, kepada masyarakat dan bangsa untuk memakai Bahasa ini secara real di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini tidak tidak mungkin Bahasa Inggris cepat atau lambat sanggup berkembang dan tidak tidak mungkin pula Bangsa Indonesia sanggup menguasai dan memakai Bahasa Inggris.
Buat lebih berguna, kongsi: