Kode Iklan Disini

Resensi Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika

 Novel yang merupakan pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta tahun  Resensi Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika
Belajar wacana Pilihan Hidup

Judul Buku : Dadaisme
Penulis : Dewi Sartika
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Cetakan : Kedua, 2006
Tebal Buku : 264 halaman

Novel yang merupakan pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta tahun 2003 ini digarap dengan tema yang unik. Tidak menyerupai novel-novel pemenang lainnya yang biasa menggaungkan tema gender, kritik sosial, percintaan, keluarga dan lainnya. Novel ini secara umum lebih mengarah kepada tema psikologis, gaib dan filsafat. Walau demikian, bukan berarti novel ini tdak membahas gender, keluarga, kritik sosial atau pun percintaan. Tema-tema tersebut masih tetap di bahas dalam novel ini, namun penggarapannya tidak secara mendalam, hanya sebagai bumbu dan bingkai cerita.

Penggarapan novel ini dibentuk menjadi beberapa fragmen/bab. Ada dua puluh dua fragmentermasuk epilogdalam novel ini. Penggarapan setiap fragmen pun sangat unik. Novel ini digarap dengan alur yang kronologis. Namun setiap fragmen tidak selalu bersambung dengan fragmen yang ada di depannya, namun menjadi menyerupai mozaik-mozaik yang mesti dikaitkan antara fragmen satu dengan fragmen lainnya. Penggunaan sudut pandang setiap fragmen pun selalu berbeda-beda. Hal ini mewajibkan pembaca untuk lebih teliti dan konsentrasi untuk memahami kronologi kisah dalam novel ini.

Mungkin pembaca akan kesulitan dikala menentukan siapa tokoh utama dalam novel tersebut. Begitu banyak tokoh dalam novel ini. Semua tokoh dalam novel ini seakan-akan bangun sendiri dalam setiap fragmen, namun jikalau dirunut dengan kronologis, semua tokoh dalam novel ini memiliki keterkaitan. Inilah gaya kepengarangan Dewi Sartika dalam Dadaisme. Ia menggarap novel ini dengan gaya yang “kebetulan”. Bahkan Melani Budianta dalam catatana pembaca menyampaikan “Jika umumnya sastra serius menghindari unsur kebetulan, Dadaisme justru memanfaatkan kebetulan habis-habisan dalam plotnya dan mengangkatnya menjadi tema, Apakah hidup itu sebuah kebetulan? Apa makna kebetulan itu? Berbagai unsur kebetulan tu saling dibenturkan melalui kekerasan dalam suasana jiwa yang garang, aneh, dan gersang: di situ anak tega membunuh orang renta dan membunuh dirinya sendiri”

Secara keseluruhan isi cerita, inti atau tokoh utama dalam novel ini yaitu Michail, walau secara tindakan, tokoh ini sering terlihat pasif. Namun tanpa Michail, Dadaisme akan kehilangan roh kemistikannya. Michail yaitu malaikat kecil bersayap satu dan seluruh tubuhnya berwarna hitam kelabu. Michail akan sanggup dilihat oleh orang-orang yang mengalami kesedihan yang terlalu dalam. Nedena, seorang gadis kecil yang tidak sanggup berbicara merupakan teman Michail. Nedena memiliki hobi menggambar, tapi ia tidak suka warna biru, ia tak mpernah menggmbar langit dengan warna biru. Kenapa ia tidak suka warna biru, sanggup dimengerti jikalau membaca seluruh novel ini. Nedena alhasil di bawa ke psikiater. Psikiater itu yaitu dr. Aleda. Aleda yaitu istri Asril dan memiliki madu berjulukan Tresna. Tresna memiliki dua anak yang merupakan hasil perselingkuhannya dengan pria lain. Anak pertamanya idiot dan anak keduanya berjulukan Yossy yang juga gemar menggambar. Tapi Yossy kemudian mati sebab kecelakaan. Yossy pun kenal dengan Michail. Begitu seterusnya, tokoh-tokoh gres selalu bermunculan, namun selalu memiliki keterkaitan dengan tokoh-tokoh yang ada sebelumnya.

Nilai filsafat cukup kental menjelang tamat dari novel ini. Hal ini sanggup ditangkap dari makna perkataan dari tokoh yang berjulukan Jing. Hidup dan mati yaitu sebuah pilihan. Jika seseorang ingin hidup maka ia memiliki semangat untuk hidup. Jika ia menentukan mati, itu juga bukan sebuah kesalahan untuknya, sebab berdasarkan Jing, hidup dan mati yaitu sebuah pilihan.

Bahasa dalam novel ini gampang untuk dimengerti. Bahasanya tidak memakai bahasa-bahasa yang rumit menyerupai novel-novel sastra serius lainnya. Akan tetapi novel ini juga memiliki kelemahan yakni penceritaan watak tokoh yang kurang mendetail. Novel ini terlalu fokus pada penggarapan yang “kebetulan” sehingga penceritaan tokohnya kurang mendalam. Pembaca belum begitu mengenali sisi dalam tokoh pertama, namun kemudian tokoh pertama itu hilang dan digantikan dengan tokoh baru, begitu seterusnya. Kaprikornus dramatisasi tokoh kurang sanggup dinikmati.


gambar dari: adiwirasta.blogspot.com
Buat lebih berguna, kongsi:
close