DapurImajinasi kini akan menyajikan dongeng islami motivasi yang dapat menjadi dorongan dan introspeksi bagi diri kita. Cerita islami motivasi yang berjudul GTT ini bercerita perihal sosok guru yang bersahaja dengan hidupnya. Cerita ini pernah dimuat di Rubrik Hikayat Surat Kabar Solopos. Selanjutnya, silakan membaca dan hayati maknanya.
GTT
oleh: Andi Dwi Handoko
“Astagfirullah”
Aku terlambat tiba ke sekolah. Padahal hari ini jadwalku mengajar jam pertama.
Kemarin, saya sudah memberi pengumuman pada siswa-siswaku untuk mencar ilmu bahan kepingan IV sebab hari ini kugunakan untuk ulangan harian. Dengan terburu-buru saya keluar dari bus dan eksklusif berlari menuju gerbang sekolah yang sudah tutup.
Memang, biasanya kalau sudah pukul 07.05 WIB, gerbang akan ditutup dan siswa yang terlambat dilarang masuk. Toleransi telat hanya lima menit dari kegiatan masuk yang ditentukan. Sementara ini sudah hampir 07.30 WIB. Sesampai di gerbang, saya memanggil penjaga yang bangun tak jauh dari gerbang. Ia tersenyum simpul.
“Tumben telat Pak?” tanya penjaga sekolah sembari membukakan pintu gerbang.
“Bus di jalan mogok, jadi terpaksa tadi harus oper ke bus lain,” jawabku.
Aku pun segera berlari menuju ruang guru untuk mengisi daftar presensi. Ruang guru tampak lengang. Hanya ada Bu Ratih guru bahasa Inggris yang sedang menunggu jatah mengajar nanti jam kedua.
Segera kupersiapkan sesuatunya untuk ulangan harian kali ini. Kertas soal yang sudah ku fotokopi segera kuraih dan kubawa dengan bergegas. Sesampai di kelas ternyata sudah ada guru piket yang mengisi kelas.
“Assalamualaikum...” saya mengucapkan salam sambil masuk ke kelas.
“Waalaikumsalam. Ouh... Maaf Pak Himawan, saya kira njenengan tadi tidak datang?”
“Tidak apa-apa Pak, maaf juga tadi saya terlambat jadi kedahuluan njenengan sebagai guru piket.”
“Baiklah mangga Pak Himawan, saya mau periksa kelas-kelas yang lain dulu. Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam...”
Aku segera mengambil alih kelas dan eksklusif memulai pembelajaran sebab tadi siswa-siswa sudah dipimpin berdoa ketika ditangani oleh guru piket. Ada yang tampak kecewa sebab kelas tidak jadi kosong. Biasanya mereka yaitu siswa yang tidak mencar ilmu atau kurang siap menghadapi ujian. Memang belum dewasa zaman sekarang, maunya yang santai-santai. Tapi itulah mereka, yang masih belajar, yang hijau akan pengalaman hidup, namun semangat mereka yaitu semangat yang terus membara.
Alhamdulillah, jadinya kelas hari ini selesai dengan lancar, walau tadi terhambat dengan program terlambat. Aku pun kembali ke kantor guru, menunggu sebab masih ada jam mengajar di kelas lain sehabis istirahat.
Tak terasa jatah mengajarku telah habis sebelum tengah hari. Aku segera bersiap untuk pulang sebab memang di sekolah ini saya tidak full time ibarat guru lainnya. Di sekolah ini, saya hanyalah guru tidak tetap (GTT) yang hanya digaji menurut jumlah jam mengajar. Gaji bulananku memang tak seberapa, bahkan jikalau ditautkan dengan UMR, total gajiku dari sekolah swasta ini tak ada setengahnya. Dengan gajiku yang tak seberapa ini, saya dituntut hidup berdikari di kota ini selepas saya diwisuda sarjana hampir setahun yang lalu. Di sisi lain, sebagai anak, saya masih menyempatkan untuk mengirim sejumlah uang untuk orangtua yang tinggal di desa.
Tentu saja mengandalkan uang honor GTT di sekolah swasta saya mustahil dapat mengirimkan uang ke desa, bahkan untuk mencukupi biaya hidup di kota barangkali masih kurang. Oleh sebab itu, saya nyambi mengajar di bimbingan mencar ilmu yang itu pun juga sama digaji per jam mengajar. Tapi Alhamdulillah juga, saya sering mengirim goresan pena ke media massa dan sesekali dimuat.
Terkadang sebagai GTT saya pun merasa honor yang kuterima tidak sepadan dengan kerjaku. Tapi ketika saya berpikiran ibarat itu, saya segera beristigfar sebab sebagai guru, saya harus tulus dan qanaah. Ini semua kulakukan karena saya ingin mengabdikan ilmu yang saya miliki untuk belum dewasa didikku yang semangatnya menyala-nyala itu. Mereka yaitu generasi penerus bangsa yang mesti dibimbing dan diarahkan dengan ilmu biar tidak tersesat di kemudian hari. Mereka itulah yang selalu memberi warna bagiku sehingga walaupun saya capek mengajar dengan komisi yang tidak sepadan, saya tetap ikhlas.
Hari selanjutnya, saya hanya ada jam mengajar satu pertemuan yang lamanya dua kali 45 menit. Itu pun jam terakhir. Tapi saya lebih pagi tiba ke sekolah sebab ada urusan manajemen yang mesti diselesaikan. Setelah selesai menuntaskan urusan administrasi, saya ke ruang guru untuk menyiapkan bahan pembelajaran.
Saat itu istirahat sehingga banyak guru berada di ruangannya. Para guru sibuk membicarakan sesuatu. Ternyata dikala itu ada siaran breaking news di televisi yang menyiarkan tahun depan honor PNS akan dinaikkan oleh pemerintah. Beberapa guru berandai-andai alangkah enaknya jikalau jadi PNS, gajinya besar. Ada yang mengkritik kebijakan pemerintah itu dan ada juga yang membanding-bandingkan antara gajinya dengan honor PNS.
Aku hanya mengernyitkan senyum. Bagiku, rezeki itu sudah diatur oleh Allah. Menjadi GTT dengan honor yang minimal pun dikala ini saya merasa senang sebab saya yakin suatu dikala nanti ada jalan yang terbaik untukku selama saya tetap berusaha, ikhlas, qanaah dan sabar.
Dimuat Solopos, Edisi : Jumat, 08 Oktober 2010 , Hal.X
Baca juga dongeng islami lainnya:
gambar dari: http://irfanrachmat.files.wordpress.com/2010/08/guru-karikatur2.jpg?w=420&h=276
Buat lebih berguna, kongsi: