Kode Iklan Disini

Perjalanan Malam Solo-Wonogiri-Praci Tanpa Lampu Motor Dan Sein

 Jumat pagi saya berangkat kuliah dengan tampang yang ku ganteng Perjalanan Malam Solo-Wonogiri-Praci  Tanpa Lampu Motor dan Sein
Jumat pagi saya berangkat kuliah dengan tampang yang ku ganteng-gantengkan walaupun emang bergotong-royong sudah ganteng. Setelah semalaman gak tidur alasannya mengerjakan kiprah statistik. Aku berangkat kuliah dengan rasa ngantuk yang luar biasa. Aku hanya tidur selepas subuh hingga jam enam pagi. Dengan niat kuliah hanya mengisi waktu dan ngumpulin kiprah saja, saya berangkat kuliah. Sesampai di kampus memang benar, saya memang hanya mengisi waktu luang. Setelah menunggu beberapa jam lamanya, alhasil ada kabar kalau hari itu tak ada kuliah. Yah hanya ngumpulin kiprah duanK dach. Dengan analogi saya seorang idealis, saya sangat kecewa, namun dengan analogi saya seorang pemalas, saya bahagia mendengar itu. Kita ambil analogiku seorang pemalas saja, dengan begitu saya waktu itu senang, tapi ya tapi, ternyata ada kiprah untuk dikumpulkan ahad depannya lagi. Wah ya gak papa, nanti tugasnya niscaya juga selesai sesuai jadwal pengumpulan.
Setelah itu saya tidak pulang ke kos melainkan ada sharing perihal suka, duka, kritik, saran dan lain-lain mengenai KKL yang kita (aku dan teman-teman angkatanku) laksanakan dari tanggal 23-27 November kemarin. Aku hanya menjadi pendengar aktif di dalam lembaga tersebut.
Setelah itu saya pulang ke kos dengan rasa ngantuk yang ruarrr biasa. Namun di kos saya tak sanggup tidur walaupun sudah ditemani dengan alunan merdu lagu di komputer dengan aplikasi winamp. Terpaksa saya tidak tidur alasannya kepotong waktu salat jumat.
Setelah salat jumat, saya disuruh nganterin ponakanku ke kartasura. Yah dengan cuaca yang sangat panas alhasil ku turuti saja. Di jalan kakiku tampaknya terbakar terkena sengat matahari. Apalagi ketika terkena lampu merah. Kakiku serasa dipanggang coz dari bawah aspal sudah panas, dari atas terik matahari, dari samping dan depan ada knalpot yang menghembuskan angin panas ke kakiku. Jika satu jam saya tak bergerak dari situ, mungkin kakiku sudah menjadi kaki panggang rasa aspal saus asap.
Aku pulang kos, dan saya pamit pulang Mudik. Kos ku bergotong-royong serumah dengan pak+bu lik ku, istilah gaulnya Om dan tanteku.
Namun saya main dulu hingga bakda maghrib, padahal lampuku sudah kritis (hampir putus) dan tinggal lampu bersahabat saja. Dan apesnya pas pulang dari main itu, lampuku benar-benar putus. Aku resah tetapkan untuk pulang kampung tidak. Kalau balik ke kos, saya pekewuh lha tdai siang udah pamit pulang. Mau nginep di kos temen juga pada pulang mudik. Akhirnya saya ambil keputusan untuk pulang kampung saja. Aku ganti lampu motorku di bengkel. Namun montir berkata kalau kiprokku rusak hingga walao lampuku diganti niscaya simpel putus lagi, katane dipake jalan 60 Km/jam saja niscaya putus. Tapi saya sudah berniat untuk pulang dan saya tetap nekat supaya lampunya diganti saja. Aneh, saya Cuma bayar 3ribu perak, padahal biasanya ganti lampu itu 8ribu lebih. Akhirnya saya nekat pulang. Nah pas nyebrang jalan (dari bengkel) belum nyampe ke seberang jalan, lampu jauhku sudah putus. Padahal saya gak ngenut-ngebut banget. Tinggal lampu bersahabat duaNK, dan itu pun niscaya putus jikalau dibawa ngebut.
Akhirnya saya mutusin untuk pulang tanpa menggunakan lampu. Waktu itu jam menawarkan sekitar pukul 19.30. Biar lampu dekatku untuk cadangan saja. Sekedar catatan saja, motorku ketika itu juga lampu rettingnya mati. JAdi tak ada tanda yang nyala dalam motorku. Dari solo hingga wonogiri perjalananku lancar-lancar saja. Aku mengikuti mobil-mobil yang berjalan sekitar 80 Km/jam supaya cepat sampai. Di wonogiri saya singgah sebentar untuk mengisi bensin. Solo-Wonogiri perjalananku lancer tanpa halangan apapun alasannya memang lampu jalanan banyak dan ramai kendaraan. Namun saya resah bagaimana perjalananku dari WOnogiri-praci, sudah banyak hutan, sepi kendaraan pula.
Ternyata benar, jalan menuju Praci sepi banget. Untung ada angkuta berjalan menuju ke arah Praci sehingga saya sanggup mengikutinya. Namun angkuta itu hanya hingga di barat Taman rekreasi Sendang Asri. Setelah itu saya tidak menggunakan lampu dan tidak mengikuti kendaraan lain, Jalanan tampak gelap sekali. Sesekali saya berjalan pelan dan menyalakan lampu cadanganku.
Akhirnya ada motor lewat juga. Lampuku tak matiin dan saya mengikutinya di belakang dengan kecepatan sekitar 70-80 Km/jam. Tapi Mas si pengendara motor kayaknya gak nyaman tak ikuti. Aku juga sengaja ngerjain dia, supaya takut (mungkin beliau sanggup ngira bahwa saya ini garong yang membuntutinya). Mas-nya selalu nengok-nengok ke belakang. Kalau beliau sedang nengok niscaya saya memelankan motorku supaya agak jauh darinya. Jadinya saya tertawa sendiri, mas-nya sangat lucu. Tapi dipertigaan Wuryantoro saya kehilangan dia. Ya sudah saya sendiri lagi. Bushet saya lewat di sekitar jembatan wuryantoro yang gelap dengan ngebut dan tanpa lampu.
Dan alhasil gara-gara kenekatanku saya hampir bertabrakan. Sebenarnya saya banyak punya kesalahan, tapi bapak yang pakai motor yang akan saya sabung juga salah, masak mau nyebrang ke kanan gak ngesein, jelas-jelas sein dan lampunya masih hidup. Kalau saya kan lampu dan sein mati. Karuan aja saya yang sedikit ngebut dan ditempat yang gelap mau nyalip dia, tapi beliau malah nganan, so saya mengerahkan rem depan dan belakangku dengan kuat. Tabrakan itu pun tidak terjadi. Hanya umpatan dari bapak yang akan saya sabung yang nyangkut di telingaku “ Ora nganggo lampu!!!!!!”
Sesampai di Eromoko saya juga msih sendiri tanpa kendaran yang saya ikuti. Dari eromoko menuju praci beberapa kali saya ganti nguntit beberapa kendaraan yang kebanyakan yaitu motor.
Akhirnya saya hingga di Praci. Setelah itu gres lampu cadanganku ku nyalakan alasannya saya harus menempuh 2,75 Km jalan ke rumahku yang kebanyakan gelap dan belum di aspal. Aku memacu motorku dengan kecepatan sekitar 20-30 Km/jam. Dengan kecepatan sebesar itu pula saya melintasi persawahan yang panjangnya sekitar 1 km dengan aksesoris kuburan di samping kiri jalan agak ke dalam. Akhirnya saya juga hingga di desa dengan selamat sekitar pukul 21.30. Dan nongkrong dulu alasannya di perempatan jalan bersahabat rumahku, ada temanku. Aku pulang rumah sekitar pukul 22.00 lebih. Dan semua orang di rumah sudah tidur. CaPeDe.
Sekedar catatan; saya dulu juga pernah pulang dari Wonogiri menuju praci bakda isyak tanpa lampu depan, tapi seinku masih hidup dan waktu itu cuaca sedang gerimis tipis setelah hujan.

gambar dari: www.mitchellthompson.com
Buat lebih berguna, kongsi:
close